Oleh Lutfi Yusniar
Terkadang saya merasa mentok ketika mengedukasi zakat. Misalnya pertanyaan tentang apakah zakat maal dibayar sekali saja atau tiap tahun.
Yang namanya konsep haul dalam zakat ya jelas tiap tahun. Atas semua harta, bukan harta yang baru saja. Tiap tahun, syariatnya begitu, praktek Nabi Muhammad shallallahu'alaihi wassalam praktek menarik zakat kepada Sahabat juga demikian.
Pertanyaan seperti ini saya hadapi,
"Ustadz, kalo deposito saya lima 5M ini dizakati tiap tahun, lama-lama habis donk ustadz. Kan saya gak kerja apa-apa lagi."
Jawaban saya ya tetap sama : dizakati bu.... urusan bakal habis atau nggak, ini masuknya perkara iman. Siapa juga yang menjamin 5M gak habis kalo gak dizakati? Siapa yang menjamin lestarinya harta, jika bukan pemilik harta itu sendiri : Allah azza wa jalla.
Allah perintahkan kita shalat, waktu di kehidupan ini adalah milik Allah, apa pantes kita ngerasa "buang waktu", ketika kita alokasi waktu untuk shalat?
Siapa yang menjamin urusan kita akan lebih beres kalo kita gak shalat, fokus kerja. Iya kan?
***
Kepada yang lain, saya pernah berbicara tentang janji Allah bahwa zakat itu an-numu', zakat itu zakah, dia menumbuhkan, melipatgandakan. Arti akar kata zakat ya tumbuh.
Jadi berzakatlah, Allah akan menumbuhkan hartamu. Toh cuma setahun sekali, syariat zakat maal pada awal kehadirannya tidak pernah membebani jumlah penghasilan Anda, jumlah profit, hanya akumulasi harta yang tersimpan saat melintasi kalender haul. Setahun sekali.
Maka bayarkanlah saja, pastilah Allah tidak akan menzalimi HambaNya. Pastilah Allah tumbuhkan, qad afla man zakkaha, qad aflaha man tazakka, sungguh beruntung, sungguh akan mencapai falah, kondisi al muflihun, akan beruntung mereka yang mensucikan diri, dengan berzakat salah satunya.
Tak jarang respond nya ya mengagetkan,
"Janji-janji surga itu ustadz, ya yang logis aja deh, kepotong tiap tahun ya habis."
Saya mau jawabin sebenarnya :
"Kalo bukan janji surgaNya Allah, kita mau pegang janji siapa?"
Lalu apa yang bikin hidup ini tenang, yu'minuna bil ghaib, atau yu'minuna bit teori, bit teknikal.
Maka final lah sudah hati saya, kalo zakat ini hanya bisa diedukasi ke muslimin yang punya iman, kalo sisi tauhid iman nya belum tegak, kita bicara asas fundamental keimanan dulu, terlalu loncat kalo bicara zakat.
***
Shalat subuh itu wajib. Walau ngantuk sengantuk apapun, mau lelah selelah apapun. Kita mood atau gak mood, ya bergerak, bangun, ambil wudhu, shalat. Seberat apapun kondisi kita. Karena kita faham ini wajib.
Puasa Ramadhan ini wajib bagi muslim berakal baligh. Walau bisa sembunyi-sembunyi makan, toh tidak ada yang mengawasi 24 jam, ya kita tetap gak mau makan, gak mau minum, karena iman hidup didalam bathin. Allah Maha Melihat, Allah Maha Dekat, Mengawasi.
Begitulah iman kita dengan perkara syariat yang wajib. Begitulah seharusnya kita memandang zakat.
Kalo cash 500 juta, stock 300juta, piutang invoice penjualan 200 juta, tanpa hytang ke vendor. Ya total aktiva lancar adalah 1M.
Jika tanggal haul yang di ittikadkan adalah Ramadhan, maka berzakatlah 25 juta rupiah, itulah kewajiban, sama seperti shalat, sama seperti puasa. Disinilah Iman divalidasi, apakah menjadi kikir, atau memutuskan transfer.
Gak peduli hati kita lapang atau tidak, hati kita dermawan atau tidak, hati kita lepas atau gak lepas, ya kita transfer aja, karena kewajiban.
Secara fiqh saya akhirnya bisa menilai, bahwa seorang muslim yang menunaikan zakatnya sambil sedih dan berat, lebih mulia daripada seorang muslim yang seakan ridho dan bahagia, tapi menahan hartanya.
Bete, bad mood, tapi shalat, shalatnya sah. Bete, bad mood, tapi transfer. Itu sudah menunaikan kewajiban, tinggal nilai berzakatnya dalam pandangan Allah, seperti apa kualitasnya. Dan saya yakin, zakat yang dibayarkannya akan membawa kedamaian di hatinya.
Lanjut,
unya emas logam mulia sampai 4 kg, value hari ini hampir 4M lebih. Berarti zakatnya 100 gram emas, atau setara 120 juta rupiah harga emas hari ini. Ya tinggal dibayar saja. Logika syaithoni pasti menghantui kefakiran, kemiskinin, setelah zakat terus bakalan miskin. Godaannya memang begitu, tapi bayarkan saja.
Disinilah kita sama-sama butuh Iman. Butuh percaya dan yakin sama janji Allah.
Sedari awal saya menulis edukasi zakat, pembelaan edukasi kami adalah ke para mustahik. Ada asnaf yang BERHAK mendapatkan zakat.
Mau disalurkan sendiri ke yang berhak, SILAKAN.
Mau dititipkan lewat lembaga agar afdhal maksimal manfaat, SILAKAN, GOOD.
Yang penting dikeluarkan, dibayarkan, jangan pertanyakan syariat dengan logika kita yang tercemari hawa nafsu. Gak akan ketemu-ketemu.
Kalo semua mau dilogika kan, lalu untuk apa sujud, tegak qiyam, rukuk, repot banget sampai mencari alasan kesehatan dan pelurusan sendi-sendi tulang. Fadhilah kesehatan silakan ada, tapi kita shalat ya karena iman, bukan karena memperlancar peredaran darah. Peredaran darah lancar itu bonus saja.
***
Sudah diujung Ramadhan. Sebenarnya zakat maal ini berbeda dengan zakat fithrah. Zakat maal bisa ditunaikan di berbagai bulan hijriyah, kapan saja, tergantung haul nishob nya jatuh di tanggal dan bulan hijriyah yang mana.
Namun saya menyadari, budaya kaum muslimin Indonesia. Setelah bulan Ramadan, fokus akan zakat akan melemah. Terutama pengusaha muslim yang nishob hartanya cukup besar, biasanya mengambil momen Ramadan untuk menghaulkan harta.
Maka bayar saja Bapak Ibu, jadk Muzakki itu kehormatan dari Allah. Punya akumulasi harta lancar diatas nishob 102 juta rupiah itu populasi 2% di negeri ini. Seriusan.
Jika tabungan, simpanan emas, deposito, obligasi, bit coin, e money, stock dagangan, piutang, kesemua nilainya sudah melebihi nishob, tunaikan Hak Allah, tunaikan hak Asnaf, salurkan, bayar, transfer. Jangan perlemah iman kita dengan menahan-nahan.
***
Kemarin pagi diskusi zakat dengan sahabat pengusaha muslim yang udah lama membersamai, sering ngaji bareng, aktivitas bareng. Begitu ngasih itungan zakat, saya cuma bilang zakatnya 25 juta.
Langsung transfer.
Pelajaran yang saya dapatkan, sangat mudah mengedukasi zakat, jika iman ada di hati. Sama seperti mengajak shalat, jika sudah yakin dengan Allah, beriman, insyaAllah mudah ambil wudhu dan tegakkan shalat.
Sebagian mungkin heran, kenapa kami mengedukasi zakat segininya. Karena 2,5% itu kecil bagi yang memang gak memiliki harta. Sejuta rupiah cuma 25rb. Sayangnya punya uang sejuta, belum nishob, gak wajib zakat.
Punya seratus juta pun hanya 2,5 juta rupiah. Simpel. Rata-rata langsung transfer.
Namun ketika akumulasi harta lancarnya 10M, 50M, 100M. Kita butuh iman untuk mentransfer.... 10M itu zakatnya 250 juta ya, hak asnaf Mustahik.
Posting Komentar